perhaps, love can not be always shortchanged. but believe me, he knows better than nothing.
LOVE
AND SECRET.
Terakhir,
kutatap mata indahmu di bawah bintang-bintang. Terbelah hatiku, antara cinta
dan rahasia. Dilema rasanya hati ini. Ketika aku tahu bahwa sahabatku
sendiripun menyukaimu. Aku cemas. Cemas akan semua akibat bila aku memberanikan
diri ini.
Sahabatku,
Tahlia, sangat baik padaku. Bahkan dia rela membelaku didepan muka umum walau
aku tahu aku salah. Namun dia tetap bersikeras untuk membelaku. Dan aku pun
sangat menyayanginya layaknya saudaraku sendiri.
Semua
hal tentang kita, seperti hanya satu orang. Semua mengenai kita, sama.
Sama-sama suka dengan The Beatles, menyukai lagu-lagu jadul tanpa mengenal
penyanyinya, sama-sama memiliki hobi untuk mengoleksi barang-barang tidak
wajar, seperti pensil,tissue, maupun hal-hal yang sepele yang pasti barang itu
tak pernah terbesit dalam otakmu. Namun kita memikirkannya. Hingga bila salah
satu kita ada yang terluka, maka aku atau Tahlia dapat sangat dipastikan akan
ada yang menangis hingga mengeluarkan ingus yang menjijikkan.
Inilah kita. Kita yang selalu bersama dan akan
selalu begini.
Namun
hanya ada satu hal yang saat ini benar-benar sama sedang dirasakan. Kita berdua
sama-sama jatuh cinta kepada satu orang. Yaitu, Volt.
Volt
adalah seorang laki-laki yang sebenarnya Tahlia mengenalnya terlebih dahulu.
Dimulai dari tak sengaja bertabrakan disebuah mall dan setelah itu hubungan mereka
berkelanjutan hingga sekarang. Memang klise bila mendengarnya, namun memang itu
yang terjadi. Tahlia dan Volt memang sudah saling dekat sejak awal. Dan akupun
sudah menyukainya sejak awal. Karena saat terjadi moment itu, aku sedang
bersama dengan Tahlia.
Aku pun sempat
memberanikan diri untuk meminta contactnya dan tentunya aku berhasil
mendapatkannya. Aku dengan Volt selalu intens untuk saling memberi kabar.
Bahkan terkadang karena terlalu sibuk dengan Volt aku dan Tahlia tak bertemu
seharian. Padahal bila diingat lagi, aku dan Tahlia tak pernah tak bertemu
seharian. Walaupun sesibuk-sibuknya kita. Kita harus bisa menyempatkan waktuku
untuknya. Dan sekarang kita berbeda.
Apa yang kan kau
pikirkan bila kau sedang jatuh hati dengan seseorang? Aku jamin pasti dalam
benakmu langsung terbesit nama sahabat kalian. Yap. Aku pun berpikir seperti
itu. Akupun langsung menelfon Tahlia, dan ternyata Tahlia pun juga ingin
bertemu denganku secepatnya. Maka kitapun langsung berangkat dengan kendaraan
masing-masing.
Sesampainya
ditempat, ternyata Tahlia sudah berada disana. Tampak dari wajahnya terlihat
sangat bahagia dan sangat tidak sabar untuk menceritakan semua hal yang terjadi
seharian kemarin saat kita tak bertemu. Dan yang benar saja. Cerita itu sama
sekali tak mau kudengar, namun aku sudah mendengarnya.
·
TAHLIA : “apakah kau masih ingat Volt?”
·
AKU : “tentu saja. Memang ada apa?”
·
TAHLIA : “nanti malam kita akan berkencan^.
Sangat menyenangkan bukan/? Akhirnya aku menemukan pujaan hatiku.”
·
AKU : “o-ok..”
·
TAHLIA : “bagaimana denganmu? Apa yang akan
kau ceritakan?”
·
AKU : “oh tidak, tidak ada apa-apa. Tiba-tiba
aku lupa semua ceritaku.”
·
TAHLIA : “oh baiklah kalau begitu, kau mau
pesan apa?”
·
AKU : “ terserah kau saja.”
|
Akupun hanya tutup
mulut. Tak pernah aku meilhat sahabatku sesebahagia ini. Walau kau tahu, hati
ini terluka saat mendengarnya. Padahal aku baru saja meniatkan diri untuk
bercerita kepadany bahwa aku menyukai Volt. Sangat menyukainya.
Kucinta padanya,
namun kau milik sahabatku. Dilema hatiku. Andai ku bisa berkata sejujurnya
bahwa :
Jangan, kau pilih dia. pilihlah aku, yang mampu
mencintamu lebih dari dia. bukan, ku ingin merebutmu, dari sahabatku. Namun kau
tahu, cinta tak bisa. Tak bisa kau salahkan.
Cintaku penuh rahasia, sahabatku. Aku tahu kau menyukainya.
Namun, aku lebih menyukainya di bandingkan dengan kau. Aku sudah sangat dekat
dengan Volt. Walau aku tahu kau sedang pergi berkencan malam ini, namun aku
tahu didalam lubuk hati Volt dia lebih memilihku dibandingkan kau.
Saat, malam semakin larut. Dan bintang-bintang makin
berpijar dengan terangnya, dering telfonku berbunyi. Dan saat aku melihatnya,
terlihat nama VOLT terpampang jelas dilayar smartphoneku. Aku sempat berfikir,
apakah aku lebih baik tidak mengangkatnya? Karena aku takut, takut bila
mengganggu malam mereka berdua. Dan saat itu aku membiarkan suara dering telfon
itu berbunyi hingga lelah dan akhirnya berhenti.
Namun, dering itu tak henti-hentinya berbunyi, dan
membuatku terusik karenanya. Dan aku terpaksa mengangkat telfon itu.
·
VOLT : “hai”
·
AKU : “ada apa?”
·
VOLT : “kau sedang apa?”
·
AKU : “sedang menelfon”
·
VOLT : “ah-maksudku bukan itu. Kau kenapa
sih? Menjawab telfonku dengan nada tak enak didengar seperti itu?”
·
AKU : “aku sedang sakit.”
·
VOLT : “hahaha”
·
AKU : “mengapa kau tertawa?”
·
VOLT : “hahaha-tidak. Aku hanya tidak habis
fikir. Anak seperti kau bisa sakit juga.”
·
AKU : “ayolah volt. Berhenti bercanda. Aku sudah
muak dengan semuanya.”
·
VOLT : “hah? Maksudmu apa”
·
AKU : “oke, kalau begini caranya untuk bisa
mengakhiri persoalan ini. Maka aku akan melakukannya sekarang”
·
VOLT : “apasih maksudmu? Jangan ngaco deh”
·
AKU : “aku menyukaimu Volt. Aku benar-benar
jatuh hati kepadamu. Aku sudah muak, selama ini aku hanya bisa
memendam,memendam, dan memendam perasaan ini selama berbulan-bulan. Aku tahu,
aku bodoh. Menyukaimu yang memang sudah jelas milik sahabatku sendiri. Apalagi
diperjelas oleh kencan kalian tadi malam. Apakah kau tahu Volt? Aku sangat
sakit ketika mendengar kata itu. Bahkan aku tak sanggup mengucapkannya lagi. Aku
muak Volt. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku kepadamu. Itu saja. Selebihnya,
terserah kau. Kau mau membenciku, menuduhku sebagai ‘tukang tikung teman sendiri’ atau apalah. Yang jelas, saat ini aku benar-benar menyayangi
dan mencintaimu Volt. Sungguh dengan sepenuh hatiku.”
·
VOLT : “apakah kau sudah lega?”
·
AKU : “90 persen sudah, selebihnya
perasaanku masih bercampur aduk oleh rasa bersalah.”
·
VOLT : “begini, aku sebenarnya juga
menyayangimu. Tapi hanya sebagai adik. Kau itu lucu, baik, seru, dan
blak-blakan. Tapi kelebihan itu, aku pun masih tak bisa menerimamu. Aku sudah
terlanjur sayang dan cinta kepada sahabatmu. Ja-jadi........”
·
AKU : “jadi kau menolakku? Ugh. Yang benar
saja Tuhan. Tebakanku memang tepat.
Yasudah, tak usah difikirkan lagi. Aku baru saja telah berhasil melupakan
perkataanku sebelumnya, maaf bila aku mengganggu malammu. Semoga kau bahagia
dengan sahabatku.”
Reject
Number.....
.
|
Akupun
langsung melupakan percakapan itu. Setiap detik penuh rasa kesal dan muak
lantaran tak bisa mengungkapan isi hati. Namun sekarang, aku sudah bisa tenang
karena aku bisa mengungkapkan semuanya. Pedih? Itu pasti. Itu sudah pasti aku
rasakan sejak pertama kali aku jatuh hati pada Volt. Dan rasa pedih sudah
menjadi resiko bagi perempuan yang menyukai laki-laki yang sebenarnya laki-laki
itu sudah menjadi milik sahabat sendiri.
Dan
saat ini, aku hanya bisa merahasiakan ini kepada sahabatku, karena aku tak mau
drama ini terus-terusan terjadi kepada ku. Tahlia terlalu baik kepadaku, bahkan
mungkin saja dia merelakan Volt demi aku. Sumpah, demi tuhan. Dan karena aku
tak mau kejadian merelakan Volt untuk Tahlia sia-sia, maka aku pun cukup merahasiakan
persoalan ini dari Tahlia.
Mungkin
ceritaku ini berbeda dengan cerita cinderella yang menemukan pangerannya hanya
dengan bermodalkan sepatu kaca, lalu berakhir dengan epik yang membuat semua
orang bahagia. Karena akhir dari ceritaku tak sebahagia itu. Dan pada akhirnya
akupun sadar karena dari lirik lagu Raisa, bahwa ‘katanya cinta memang banyak bentuknya, ku tahu pasti sungguh aku jatuh
hati.’Ya. cinta memang banyak bentuknya. Mungkin cintaku ini berbentuk
segitiga. Yang selalu tajam disetiap sudutnya, yang bahkan karena terlalu
tajam, sudut itu dengan tak sengaja melukai dari salah satu sudut itu.
Tapi
yang aku tahu pasti, kalau cintaku kepada Volt seperti lingkaran.
Tak ada ujungnya.
-The End.
Comments
Post a Comment