Kamu penggila John Mayer, tapi aku lebih menggilaimu



Kamu bicara tentang John Mayer,

seperti bicara tentang nabi yang turun membawa gitar,

dan aku perempuan yang lagi-lagi tersesat tidak gentar,

mencoba pura-pura paham kenapa nada-nada itu,

seolah bisa menyelamatkanmu dari kejamnya hidupmu.


Padahal sebelum kamu datang,

nama John Mayer hanya sekadar angin yang lewat,

menyenggol telinga, lalu hilang dengan cepat.


Namun, lihatlah aku sekarang,

menyetel lagunya berkali-kali,

seperti mantra pemanggil seseorang,

yang tak pernah benar-benar pulang.


Kamu menggilai Mayer seakan ia penjelmaan segala yang kau buru,

sementara aku menggilaimu,

dengan cara yang bahkan kamu tak sanggup bayangkan,

diam, dalam, dan sangat tidak sehat.


Kamu bangga menyebut Continuum sebagai alkitab,

padahal hidupmu sendiri tersendat di tanda koma,

yang kamu buat dari keraguanmu mencinta.


Aku mendengarkan Gravity dengan bertanya-tanya :

"Apa yang menarikmu jatuh ke arahku,

musik itu, atau justru aku yang selalu diam-diam menahanmu,

menunggu saat kamu berhenti ragu,

meski akhirnya tetap tak pernah benar-benar menyentuhku?,"


Aneh, 

Aku belajar mencintai lagu-lagu yang tak pernah kuminta,

sementara kamu tak pernah berusaha,

memahami bahasaku yang lebih sunyi dari suara nafas.


Dan di antara semua misteri yang kamu peluk rapat,

aku menghafal dirimu sampai ke nada yang tak kau sadari,

sementara kamu menghafal Mayer begitu dalam,

seakan aku hanya frekuensi suara yang bisa kau kecilkan,

setiap kali kamu butuh ketenangan.


Tapi tak apa,

kalau harus memilih jatuh ke mana,

aku tetap memilih jatuh padamu saja,

meski penuh luka,

meski jatuhnya seperti tersandung nada palsu yang tak bernyawa.


Seperti konser sepi tanpa siapa-siapa,

di mana aku penontonnya,

dan kamu bahkan tidak sadar aku ada,

aku yang berdiri di barisan paling depan menyimpan semua rasa,

menggilaimu tanpa jeda,

lebih gila dari apa pun yang pernah dipetik John Mayer di dunia.

Comments

Popular Posts