Serendipity
[Sekuel
keempat cerita bersambung "Sepucuk cerita untuk Haidar."
Enjoy,
bakwanlovers]
“Jadi…
bandnya Haidar ikutan juga?”
“Iya
Rat, emangnya lo ngga tau?”
“Ngga tau gue, terakhir kita chat an aja gue udah lupa itu kapan…”
“Jiah,
udah bubaran nih? Ati-ati ntar balikan Rat,” ledek Billy sambil memainkan gitar
akustik abu-abunya juga mengingat-ingat chord yang nanti akan dimainkannya
diatas panggung.
“Rese,
udah ah lanjut latihan lagi. Bob, Rel, jangan lupa chord lagu. Lo juga Cak,
jangan lupa ketukan drumnya, jangan kebalik lagi kaya pas kita tampil pensi
minggu lalu ya…”
Serentak
Bobby, Farel, serta Cakra menyaut kesal nasihat Ratna yang sebenarnya memalukan
karena seharusnya mereka sebagai anggota band berkewajiban untuk menghafal chord
dan ketukan agar tidak tertukar nada seperti saat penampilan bandnya kemarin di
atas panggung pensi, untung saja pensi itu diselenggarakan oleh sekolah mereka
sendiri. Setidaknya, kesalahan yang memalukan itu sebagai konsumsi sekolah
mereka saja.
“Iya Ratna cerewed,”
Billy yang melihat
tingkah anggota bandnya sekilas tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya. Billy tak akan pernah mengira bahwa ia bisa bergabung di ‘Tiga Pagi’ band bersama
orang-orang yang sangat konyol seperti mereka.
Ratna pun sama halnya,
meskipun ia hanya memiliki tugas untuk mengeluarkan suara merdunya, tetap saja
ia harus bisa menjaga kekompakkan bandnya agar tetap berjalan pada jalurnya. Ratna
yang sedang sibuk menata ponytail rambutnya, hampir dibuat kaget saat Billy dimana posisi
duduknya saat itu berada di belakangnya tiba-tiba menepuk pundak Ratna,
“Rat, rat…. Haidar
lewat tuh Rat,”
“Hahaha, iya padahal itu kesalahan dia, bego banget emang asli.”
"Emang, dasar aneh tuh orang,"
"Emang, dasar aneh tuh orang,"
Ratna
masih berusaha untuk mencerna apa yang saat ini sedang lamat-lamat ia pandangi. Laki-laki berbadan tinggi, menggunakan kemeja coklat susunya yang dipasangkan dengan celana kain hitam yang memperlihatkan bentuk kakinya yang begitu jenjang dan sangat ideal bagi ukuran tubuhnya, dilengkapi cukuran
rambut khasnya juga senyum tawa lebar itu memperlihatkan gigi-giginya yang
berjejer dengan rapih. Astaga, ini membuat Ratna semakin tidak bisa melupakan
Haidar.
Billy
yang juga ikut memperhatikan Ratna merasa keheranan. Perempuan ini melihat kea
rah laki-laki itu, tetapi tatapan yang muncul hanya tatapan kosong.
“Rat…. Lo tadi liat
Haidar, kan?”
“Liat
Bill… Jelas banget malah….” Pipi nya kini mulai merah merona. Akhirnya, Ratna
dapat bertemu kembali dengan drummer kesayangannya.
“Muka
lo merah Rat, kek kepiting rebus,” ledek Farel dari bangku samping.
“Haidar
sekarang makin….”
“Makin
ganteng makin mirip sama gue kan, Rat. Udah ngaku aja deh lo, gue ngga papa kok
disamain sama Haidar,” sontak ucapan Bobby membuat teman-temannya tertawa lepas
melihat temannya yang satu ini, memang suka membanding-bandingkan parasnya
dengan paras laki-laki tampan lain yang nyatanya perbandingan itu benar-benar
jauh.
Billy
yang masih saja tertawa , sambil merangkul lalu menepuk-nepuk bahu Bobby
berceletuk,
“Bob, jangan ngimpi
mulu dah lo. Kasian gue,”
“Gue juga kasian Bob,
sama lo…
“Gue juga…”
“Iya sama gue juga…”
“Berisik lo semua,
belum pernah gue jepret pake senar gitar aja lo,”
Serempak mereka semua
tertawa sambil memegangi perutnya masing-masing, ada juga yang hingga
meneteskan air mata karena ini merupakan salah satu jokes terlucu yang sudah
kesekian kalinya mereka dengar dari Bobby. Seperti kebiasaan mereka, sebelum
tampil.
“Tiga Pagi Band?”
“Iya, kak? Kami dari
Tiga Pagi,” jawab Ratna kepada panitia lomba dengan refleks.
Panitia tersebut
kemudian memberikan sebuah kartu kepada Ratna dan berkata,
“Kalian mendapat nomor
gilir tampil ke 8, jangan sampai hilang ya kartunya,”
“Oh siap kak,
terimakasih banyak,” seulas Ratna tersenyum saat panitia berjalan menuju
panggung lomba.
****
“Semua udah lengkap?”
tanya Angga, si gitaris yang perfeksionis dan disiplin jika sedang berada di
acara-acara resmi seperti ini.
Rafli yang melemparkan
pandangan kearah kanan-kiri-depan-belakang, masih saja belum menemukan satu
anggota bandnya,
“Yang belum dateng
cuma-”
“Nah tuh dia,”
Dari kejauhan, sosoknya
mulai terlihat. Ia berjalan begitu santai. Rafli, Biru, dan Sigit dibuat
menganga. Perempuan ini benar-benar tidak ada kapoknya selalu telat dan selalu
pula mendapatkan ocehan dari Angga. Namun, dia justru terlihat santai saja
bahkan menganggap seperti dia datang tepat waktu.
“Hai! Sorry gue telat,
sorry ya angga. Jangan marah, lo kan baik banget, ganteng pula astaga. Tambah
naksir deh gue sama lo,”
“Kebiasaan buat dateng
siang diilangin sih napa, lama-lama gue beliin alarm se-mobil dah biar lo bisa
bangun pagi,” lagi-lagi Angga mendumal.
“Iya Angga, sorry deh,
ngga lagi-lagi,”
“Iye, ngga lagi-lagi
sekali, tapi lagi-lagi dua kali-tiga kali,” sela Biru dengan nada meledek namun
dicampur dengan kesal.
“Ih iyaudah gue kan
minta maaf, tadi ada acara gitu deh. Maafin napa… Ngomong-ngomong kita dapet
nomor gilir ke berapa?”
“9 sya, sekarang udah ke 6 dan lo baru sampe.”
Angga masih berusaha menyindir Elsya, tapi tetap saja usahanya itu berbuah
cuma-cuma.
Angga yang masih asyik
mengobrol dengan Rafli, Biru, Sigit dan juga masih asyik menyerang Elsya yang
selalu saja telat, panitia lomba menghampiri mereka.
“Reality Club?”
“Iya itu kami,” sahut
Elsya.
“Silahkan mempersiapkan
diri untuk berada diarea panggung. Untuk saat ini, akan dimulai penampila nomor
gilir ke 7.”
Elsya mengangguk
tersenyum ramah kemudian menjawab, “Okay, terimakasih kak atas informasinya.
Sebentar lagi kami akan menuju stage.”
****
“Siap?” dengan mantap
keempat anggota bandnya mengangguk. Kemudian, saling berjalan menuju posisi
mereka masing-masing. Dimana Sean sebagai vokalis yang juga merangkap sebagai
keyboardis, Fahmi sebagai bassist, Jingga dan Nata sebagai gitaris, serta Haidar
sebagai drummer.
“Assalamualaikum
warrahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi menjelang siang semuanya. Kami dari ‘Swaralangit’
akan membawakan sebuah lagu yang berjudul The
Bitterlove. Selamat menikmati-eh- menyaksikan…” sambut Sean yang sedang
terserang perasaan salah tingkah dengan tersenyum lebar.
There
is bitter
In everyday
In everyday
But
then i feel it
That you would be to the only one
That you would be to the only one
Sometimes,
it doesn’t have to be so sure
the sweetest love can be so hard to find
the sweetest love can be so hard to find
……
Lagu bergenre jazz pop itu
mengalun dengan merdunya. Ratna, serta seluruh penonton yang ada di gedung aula
sekolah SMA Negeri 02 BaktiMulya itu dibuat terpesona. Tak terkecuali, Elsya.“Hah, Haidar?” sejenak, Elsya masih dibuat terguncang oleh kehadiran Haidar. Rasanya ingin mati saja, kalau anak-anak sekolahnya tahu jika Elsya bisa bermain alat musik. Juga memiliki suara yang tidak kalah uniknya.
Lagi dan lagi, Elsya semakin gugup. Ia tidak siap jika ia tampil diatas panggung dan ditonton oleh anak-anak sekolahnya sendiri.
“Mampus gue, Ngga” cemas Elsya sambil menepuk-nepuk
bahu Angga.
“Kenapa si Sya? Biasaya juga lo b aja kalo mau
manggung,” celetuk Angga yang tidak tahu saja, kalau menerut Elsya ini
merupakan posisi hari terburuknya yang pernah Elsya alami.
Sedang Elsya berjalan mondar-mandir tidak karuhan,
Biru justru melipat kedua tangannya didepan dada sambil bergumam,
“Gila, bagus banget ya tuh drummer, bisa ketukannya
pas gitu,”
“Sya, lo harus bisa lebih bagus tuh dari dia
pokoknya ntar pas kita tampil,” Biru mencoba memberikan semangat kepada Elsya,
namun semangat itu justru membuatnya semakin gugup.
….
But then i would, go to be in other space
Sometimes, the bitter of love can be so good
It’s like a coffee with a rainbows mood
.......
“Terimakasih semuanya, terimakasih atas
perhatiannya,” kali ini Sean tersenyum karena bangga. Kemudian Haidar, Fahmi, Nata,
dan Jingga merapat menuju Sean yang berdiri didepan panggung. Dengan kompak,
mereka berlima mulai membungkukkan setengah badan ke arah dewan juri serta
penonton sebagai penanda rasa hormat serta terima kasih.
“Silahkan, untuk nomor gilir 8 diharap segera
mempersiapkan diri dan menuju area panggung sekarang juga,”
Haidar perlahan berjalan meninggalkan drum yang
baru saja ia mainkan. Disusul Sean, juga ketiga teman lainnya. Tepuk tangan
dari penonton juga dari juri terdengar keras cukup keras, terutama para
penonton perempuan yang tak juga melepaskan pandangannya dari Haidar. Siang
itu, Haidar berhasil menjadi pusat perhatian.
Pandangan Ratna masih tertuju kepada laki-laki yang
kini sedang berjalan menuju ke arahnya sambil membawa stick drum kesayangan laki-laki itu. Stick
drum pemberian dari orangtuanya saat perayaan ulangtahunnya yang ke-10. Jarak antara
mereka pun semakin memendek. Ratna yang masih mematung, dan langkah Haidar yang
semakin mendekati posisi Ratna. Rasa berdegup itu muncul lagi.
Bagi Ratna,
sepertinya ia kembali gagal melupakan rasa sayangnya terhadap Haidar
Alfarrelza. Namun bagi Haidar, bagaimanapun sosok Linasya RatnaSari saat ini
yang sudah pasti ia sadari keberadaannya, tetap saja, rasa benci dan kecewa itu
masih melekat dalam benaknya. Mereka berdua masih saling memendam, hingga
keegoisan mereka berdua mampu mengalahkan rasa sayang mereka.
“Ha-”
“Rat,” Ratna yang baru saja berniat menyapa Haidar
yang jelas-jelas kini berada persis didepannya, langsung dipotong oleh Billy.
Sambil memegang lengan Ratna, Billy melanjutkan
pembicaraannya, “Lo ngga akan nyapa Haidar, kan?”
Pertanyaan Billy tak kunjung Ratna jawab, matanya
masih tidak bisa lepas dari sosok Haidar yang perlahan sudah berjalan
membelakangi juga menjauhi posisi Ratna berdiri saat ini. Ekspresi wajahnya
kian datar, kulit Haidar memang putih,
namun yang tadi….. itu bukan putih Haidar seperti biasanya. Haidar terlihat
pucat. Terlihat tidak semangat, juga seperti enggan ketika ia harus dihadapkan
dengan realita kalau yang baru saja ia tangkap dari pandangannya adalah Ratna. Sosok
perempuan yang dulu pernah membuatnya
bahagia.
“Okay semuanya, sekarang kita panggilkan peserta
dengan nomor gilir ke-8, Tiga Pagi band! Mari beri sambutan yang meriah untuk
mereka! Untuk Tiga Pagi band, dipersilahkan mempersiapkan diri diatas panggung,”
sambut pembawa acara dengan riangnya.
Ratna mulai menuju kearah mikrofon, sambil
menyelipkan poni panjangnya kearah telinganya Ratna kemudian melakukan opening seperti yang dilakukan oleh
peserta-peserta lomba sebelumnya.
“Ehm, selamat siang. Kami dari Tiga Pagi, akan
membawakan lagu berjudul ‘Hanya ingin bersamamu.’ Lagu ini juga… saya
persembahkan untuk teman dekat saya
yang akhirnya kita dipertemukan kembali setelah sekian lama saling menghilang. Selamat
menikmati, juga selamat menonton untuk kamu, Haidar Alfarrelza.”
……..
Mencari
keberadaan seorang kekasih
Disini ketemukan dirimu
Kau hadir dalam hidupku
Disini ketemukan dirimu
Kau hadir dalam hidupku
Berikan
warna baru cintaku
Ku
teringat saat kau coba dekati diriku
Disini kutemukan dirimu
Kau ketuk pintu hatiku
Bawaku jalan bersama kedalam kisah kita
Disini kutemukan dirimu
Kau ketuk pintu hatiku
Bawaku jalan bersama kedalam kisah kita
………
“Jadi beneran, ini cewe yang diomongin pas waktu
disekolah itu?” gumam Elsya.
“Wow, suaranya keren, cakep lagi” lagi-lagi Biru
berkomentar.
“Gue lebih keren, jamin deh Ru, kita bakal menang,”
tepis Elsya dengan nada berharap semoga saja ucapannya barusan benar adanya.
Woaaaa….
Keren…..
Sorak sorai penonton kian memanas, kali ini Ratna
berhasil memukau seluruh orang-orang yang berada dalam gedung itu. Haidar hanya
melempar senyum tipis, kemudian kembali berekspresi dingin.
“Alkhamdulillah Rat… akhirnya gue ngga salah
ketukan,”
“Iya Rat sama, gue sama Bobby juga akhirnya ngga
salah chord lagi…”
Ratna hanya tersenyum lebar, akhirnya band mereka
bisa menampilkan yang terbaik didepan khalayak umum, juga didepan Haidar.
Pembawa acara bertubuh jangkung itu kembali
berjalan menaiki panggung,
“Beri tepuk tangan dulu dong, untuk penampilan yang
baru saja memukau kita-kita juga terutama para juri! Kami lanjutkan untuk
penampilan selanjutnya, peserta nomor gilir 9. Mari kita sambut Reality Club!”
Angga dan keempat anggota bandnya berjalan dengan santai menuju keatas panggung. Elsya sudah berusaha untuk menutupi kegugupannya dengan menebar senyum kepada orang-orang yang kini berdiri didepannya sebagai penonton.
“Hai semua,” Saya Elsya
canggung.Angga dan keempat anggota bandnya berjalan dengan santai menuju keatas panggung. Elsya sudah berusaha untuk menutupi kegugupannya dengan menebar senyum kepada orang-orang yang kini berdiri didepannya sebagai penonton.
“Kami dari Reality Club, akan menampilkan sebuah lagu yang berjudul ‘Elastic Heart’ selamat menyaksikan semua. Hope you’ll enjoy it,”
Elsya dan keempat temannya berjalan menuju posisi masing-masing. Haidar, menyadari kalau yang kini sedang ia pandangi bukan perempuan asing baginya. Lagi-lagi, Haidar dibuat terkejut dengan kehadiran orang-orang yang tidak terduga. Dan kali ini, tidak bisa dipercaya. Haidar benar-benar tidak percaya, jika Elsya kini sedang menempatkan posisinya sebagai… Drummer.
…..
All
day I think of you,
What
can I do?
Counting days away
While
I hope you stay.
I thought this was the end of days that we'd
spend.
I
know it's hard to see another way, but darling.
Well
is it too late to say that I wanted to stay a little while longer?
And now all I see, are different parts of you.
We
were so damn free, and it was just us two.
Well
is it too late to say that I wanted to stay until the end?
“Woah
gila, nyanyi sambil main drum?” Haidar kini mulai semakin dibuat tercengang. Permainan
Elsya yang tidak monoton, juga ketukannya yang membuat seisi ruangan bergoyang
dan tidak melupakan teknik bernyanyi yang benar, kali ini Haidar benar-benar
merasa kalau memang, setiap orang pasti akan memiliki saingan dalam satu
bidang. Dan Elsya orangnya.
Haidar
tidak merasakan iri ketika melihat Elsya tampil seperti saat ini, justru ia
ikut merasa bangga, ketika temannya
juga jago bermain drum, setidaknya seperti dia sendiri.
….
Elastic hearts, you burn me up inside.
You take me way too high just to shun me far away from the light.
…..
“Thank’s
semua atas perhatiannya,” Elsya berjalan menuju keempat temannya yang sudah
berdiri didepan panggung, sambil membungkukkan badannya, Elsya tersenyum lebar.
Akhirnya ia bisa mengatasi rasa gugupnya. Dan akhirnya, Elsya mendapati Haidar
yang sedang berdiri dipojok gedung dekat pintu aula sambil tersenyum dan ikut
bertepuk tangan ke arahnya.
“Woaww,
tepuk tangan untuk Reality Club! Keren banget penampilan-penampilan band kali
ini… Mari kita lanjutkan untuk penampilan selanjutnya….”
****
“Lo
keren abis Sya, gokil!”
Elsya
membalas pujian Angga dengan nada penuh kegirangan juga dengan badan yang sudah
dipenuhi oleh keringat dingin,
“Thank’s ngga! Kan udah gue
bilang, pasti gue nampilin yang terbaik lah buat band kita,”
“Sya,”
“Yaa?” sejenak keheningan
lagi-lagi menghapiri mereka berdua ketika sedang memulai percakapan
diantaranya, “Ya, Haidar?”
“Congrats ya, tadi penampilan lo
keren banget. Gue ikut seneng,”
Sejenak pipi Elsya mulai merona. Refleks,
Elsya kemudian mengusap-usapkan kedua pipinya agar tidak terlalu terlihat
merah.
“Lo juga keren banget kali brader
penampilannya. Gue salut.”
“Panggil saya, kamu lagi aja ya.
Sorry atas kejadian kemarin. Saya bener-bener ngga ada maksud apapun.”
Sontak Elsya lagi-lagi dibuat
menganga. Ini merupakan serendipity baginya. Kebetulan yang menyenangkan. Kebetulan
baginya bisa bertemu dengan sosok Haidar diacara yang sama. Kebetulan baginya
secara tidak langsung ia telah menunjukkan bakatnya yang sama dengan Haidar
didepannya, dan kebetulan baginya ia telah dipuji oleh Haidar secara langsung.
“Ini saya ngga mimpi, kan?” jawab
Elsya sambil menepuk-nepukkan kedua pipinya, mengantisipasi jikalau ini
ternyata hanyalah ilusi Elsya saja.
Kali ini, pertanyaan Elsya justru
dibalas dengan tawa Haidar yang meletup-letup. Tanpa aba-aba, Haidar menepuk puncak kepala Elsya dengan lembut, Haidar mencoba untuk membuat Elsya percaya jika sekarang ini bukan mimpi. Ini yang Haidar inginkan, sebenarnya. Kembali berteman, dengan orang-orang yang membuatnya kembali lebih bahagia.
“Kamu ngga lagi tidur kok,
buktinya kamu lagi ngobrol sama saya,”
“Haidar…”
“Yaa?”
Sejurus, kini giliran Haidar yang
dibuat menganga. Saat ini Ratna sudah tepat berdiri dihadapannya. Sambil mengulurkan
tangan kanannya, Ratna akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Haidar untuk
berbicara,
“Selamat ya, penampilan kamu
barusan, keren banget. Daridulu, semakin meningkat cara bermain kamu. Dan sampai
sekarang, drummer favorite ku masih kamu,” sayup-sayup terdengar kata
‘Ciee
balikann’
‘Akhirnyaaa’
‘Balikan
lagi, Dar?’
'Siap-siap.... Bentar lagi Haidar ngga jomblo lagi inimah'
'Anjaaay balikan ahahaha'
'Siap-siap.... Bentar lagi Haidar ngga jomblo lagi inimah'
'Anjaaay balikan ahahaha'
Dari belakang Haidar dan juga
Elsya. Elsya dibuatnya mematung. Kini ia menjadi kembali berfikir ulang dua
kali. Apakah ini benar serendipity baginya,
atau justru ini merupakan serendipity bagi
Ratna? Entahlah. Bagi Elsya, berbaikan dan kembali seperti semula dengan Haidar disaat waktu yang tidak diduga, merupakan hal yang cukup membuat Elsya sangat-sangat bahagia. Meskipun, harus bersamaan dengan waktu, yang mempertemukan Elsya dengan perempuan yang dulu menjadi teman spesial, bagi Haidar.
Sama halnya dengan Haidar, hari ini mungkin bukan hari yang tepat untuknya bertemu dengan Ratna. Itu hanya membuatnya terlihat lemah, bahkan payah. Ini tentang bagaimana caranya Haidar, menutupi seluruh rasa yang dulu pernah ada untuk Ratna. Haidar tidak akan membiarkan Ratna masuk kembali-dan-keluar kembali semudah itu sama seperti dulu.
Haidar sudah nyaman dengan zona kesendiriannya. Sudah nyaman dengan hobi yang masih ia tekuni. Sudah nyaman dengan memiliki banyak teman yang setia disisi, bukan silir berganti. Haidar sadar, saat ini tugasnya cukup berat. Haidar harus mencari jalan serta tujuan hidupnya, agar ia dapat sukses dikemudian hari. Bahkan baginya, sekolah merupakan prioritas utamanya. Bukan memprioritaskan seseorang, yang barang belum tentu membuatnya bahagia selamanya. Tapi terkadang, prinsip itu bisa saja berubah. Jika ia dalam keadaan yang mendesak, seperti sekarang.
"Sya,"
"Kenapa, Dar?"
"Kamu mau jadi pacar saya?"
"Hah?"
Sama halnya dengan Haidar, hari ini mungkin bukan hari yang tepat untuknya bertemu dengan Ratna. Itu hanya membuatnya terlihat lemah, bahkan payah. Ini tentang bagaimana caranya Haidar, menutupi seluruh rasa yang dulu pernah ada untuk Ratna. Haidar tidak akan membiarkan Ratna masuk kembali-dan-keluar kembali semudah itu sama seperti dulu.
Haidar sudah nyaman dengan zona kesendiriannya. Sudah nyaman dengan hobi yang masih ia tekuni. Sudah nyaman dengan memiliki banyak teman yang setia disisi, bukan silir berganti. Haidar sadar, saat ini tugasnya cukup berat. Haidar harus mencari jalan serta tujuan hidupnya, agar ia dapat sukses dikemudian hari. Bahkan baginya, sekolah merupakan prioritas utamanya. Bukan memprioritaskan seseorang, yang barang belum tentu membuatnya bahagia selamanya. Tapi terkadang, prinsip itu bisa saja berubah. Jika ia dalam keadaan yang mendesak, seperti sekarang.
"Sya,"
"Kenapa, Dar?"
"Kamu mau jadi pacar saya?"
"Hah?"
-To Be Continued.
Comments
Post a Comment