Chapter 6 : Ringgo's version
[ Sekuel pertama dari cerita bersambung, "Meeting yOu was a nice accidenT" ]
***
Jadi, bagaimana tentang Kirana? Ringgo melangkahkan kakinya begitu lambat dari biasanya menuju ruang makan apartemen miliknya. Sambil melepaskan sepatu berwarna putih miliknya, Ringgo mengambil nafas dalam-dalam.
"Nggak gimana-gimana Mad, capek gue hari ini,"
Omad yang sedang sibuk mengunyah mie instan buatannya sendiri, keheranan melihat ekspresi temannya yang berbanding terbalik saat Ia temukan tadi sore.
"Lho kenapa bro? Gagal nge-date nya?"
Ringgo diam sebentar, tak lama Ia berdiri dan mengambil gelas keramik abu-abu miliknya dan diisinya air mineral untuk Ia teguk.
Glek
"Aneh banget Mad, masa gue di jodohin sama temennya dia?"
"Hah? Di jodohin?" balas Omad yang hampir saja tersedak makanan yang sedang Ia santap.
"Kaget kan lo? Sama, gue juga,"
Omad menghampiri Ringgo perlahan sambil membawa mangkuknya yang masih penuh dengan mie instan ke balkon apartemen milik Ringgo.
"Ini emang udah ada kesepakatan sebelumnya kalo lo bakal di jodohin sama temennya, apa spontan aja sih?"
"Nggak tahu Mad, a few days ago dia emang sempet ngomongin temennya. Kayak, 'cantik ya' 'lo mau gak, nanti gue kenalin' gitu. Tapi gue nggak nyaman, dan nggak merasa attracted juga sama temennya dia itu," jelas Ringgo dengan nada menggebu-gebu.
Angin malam itu cukup kencang hingga mengacaukan helaian rambut milik Ringgo, namun pria itu acuh dan melanjutkan keluhannya kepada Omad.
"Kayak, gue nggak ngerti aja gitu sama Kirana. Mana dia nggak mau gue anter pulang. Gue tuh ngerasa nyaman sama dia, tapi kadang dia suka kelewat nyebelinnya tau nggak sih lo, Mad. Paham kan apa yang gue maksud,"
Omad mempercepat gerakan mulutnya yang masih sibuk mengunyah mie instannya seraya mengangguk, "Iya gue paham, cuma gue masih nggak paham konsep perjodohan di dalam dating apps date ini aja sih,"
Ringgo diam saja, sudah tidak ada energi yang tersisa lagi dan berpura-pura untuk tidak memikirkan hal itu meskipun di dalam lubuk hatinya, ini sangat mengusik.
***
Setelah pertemuan pertama mereka, Ringgo memutuskan untuk tidak melanjutkan ke pertemuan berikutnya. Pasalnya, Ia yakin, semakin Ringgo mengiyakan ajakan Kirana untuk bertemu, perjodohan itu akan semakin berlanjut dan Ringgo tidak ingin hal itu terjadi.
"Ouch, shit," teriak Ringgo.
"Eh lo kenapa?" tanya Omad yang sedang membuat kopi untuk dirinya dan Ringgo di dapur.
Raut wajahnya sangat kentara, raut wajah menahan rasa sakit.
"Kayaknya flare up lagi nih,"
Lagi. Ucap Ringgo.
"Tapi lo bawa obat-obat lo kan? Atau mau gue anter ke IGD terdekat?," Omad selalu resah jika sudah melihat Ringgo memegang erat perutnya dengan kedua tangan dengan dahi yang terus mengernyit menahan rasa sakit.
"Aman kok, tapi kayaknya gue gabisa minum kopi oplosan lo deh. Yang ada nanti perut gue bocor terus mati duluan terus gue bakal gentayangin lo karena udah ngeracunin gue pake kopi oplosan lo itu, Hahaha,"
"Emang sengaja kan lo ngerjain gue, kampret!," jawab Omad bersama dengan tangannya melayang dan tepat mendarat ke arah pipi Ringgo.
Pagi hari ini, hari ke-2 Ringgo mengunjungi kota Yogyakarta. Dan pagi hari itu juga Ia ingin sesegara mungkin kembali ke Jakarta. Bukan karena cuaca, bukan karena kuliner serta tempat wisatanya tidak menarik baginya, namun karena Kirana. Kirana terlalu mengusik pikiran Ringgo, semalaman Ia tidak bisa tidur, memikirkan berbagai skenario yang bisa Ia pilih agar Ia bisa mengenal lebih jauh tentang Kirana tanpa harus terdistraksi pihak ketiga. Dan selalu, ketika Ringgo berusaha untuk membuka perlahan pintu hatinya, sakit itu muncul. Sakit yang tidak pernah Ringgo harapkan, sakit yang menyebabkan Ringgo memilih untuk sendiri karena Ia yakin bahwa sakit yang Ia idap akan lebih lama menetap dibanding sosok yang nantinya memenangkan hati Ringgo.
"Duh kok mendung sih, masih pagi lho ini," gerutu Omad sembari mengintip dari jendela balkon apartementnya.
"Mau kemana nih kita hari ini? Jangan kesorean deh nanti keujanan, males gue," lanjut Omad.
Lawan bicaranya tampak tidak fokus. Ringgo terlihat menggenggam ponselnya, hanyut berselancar di dalam layar. Pelan-pelan, Omad menggeser posisi duduknya, berusaha agar dalam sepersekian detik Ia bisa mencuri pandang pada apa yang tengah dilihat Ringgo - hal yang sepertinya membuat temannya itu mengabaikannya.
Oh.. lagi buka chat sama Kirana.
Omad sebenarnya tidak terkejut jika belakangan ini Ia sering diacuhkan oleh Ringgo sejak temannya itu mengenal dan menjadi dekat dengan Kirana. Namun, pagi ini terasa berbeda. Tatapan Ringgo tampak lebih hampa dan kosong saat menatap layar ponselnya. Kolom percakapan mereka terlihat mati. Pesan terakhir datang dari Kirana yang mengucapkan terima kasih atas pertemuan semalam, tetapi Ringgo sama sekali tidak membalasnya. Ia pun tidak beranjak dari kolom chat bersama Kirana, hanya menatapnya lama, seolah tengah mempertimbangkan sesuatu.
"Kata gue sih bales ya, nanti dia kabur terus lo nyesel deh. Masa udah di Jogja juga malah diem-dieman," celetuk Omad.
Ringgo sedikit tersentak, tidak menyadari jika temannya sedang memergoki dirinya sedang melamun.
"Nggak tau deh Mad, lagian dia juga ngeselin,"
"Maksud lo ngeselin tuh gimana sih, bang? Bingung gue,"
"Me either," jawab Ringgo dengan ragu.
***
Comments
Post a Comment