Petjah
[Sekuel
ketiga cerita bersambung "Sepucuk cerita untuk Haidar."
Enjoy,
bakwanlovers]
P.S : Tokoh yang sebelumnya diberi nama Zuli, alias sobat Elsya ini diganti dengan Fai. Hehe, maaf atas kelabilannya.
****
Suasana kelas XI-IPS 3 begitu sunyi. Kini
bangku-bangku dikelas sudah ditinggalkan para penghuninya satu per
satu. Kecuali, penghuni bangku baris ketiga dekat jendela kelas itu.
Penghuninya sedang asyik memainkan game PES di gadget milik penghuni itu. Pada
dasarnya, hal ini dilakukannya karena ada 2 sebab. Yang pertama, karena wifi
kelas sedang hidup yang berarti akan dia gunakan sebaik-baik mungkin wifi ini
untuk menghabiskan waktunya untuk menghibur diri. Dan yang kedua, agar ia mampu
melupakan sejenak beberapa masalah rumah dan masalah pada dirinya sendiri.
Beberapa hari belakangan ini, rupanya memang menjadi hari-hari berat yang harus
dijalani oleh Haidar. Dari beberapa masalah sepele, hingga masalah yang begitu
banyak menguras tenaga ketika harus mengatasinya.
“Ha,”
“Apa?!” suara bentakkan lelaki yang kini
telah resmi menjadi teman Elsya itu, membuat Elsya tertegun sekaligus mengambil
beberapa langkah mundur agar jarak tercipta diantara mereka berdua. Ini kali
pertamanya, Elsya melihat dan mendengar Haidar emosi seperti ini.
Haidar yang berbalik, dan mendapati
Elsya berdiri tepat dibelakangnya kini memasang wajah tidak enak,
“Eh… Elsya?”
“Saya ngganggu?”
“Ngapain ke kelas gue?”
Deg!
Elsya membatin, “Sial! Gue…? Lo
manggil gue, dengan ‘gue’? Sejak kapan kebiasaan lo yang manggil gue ‘kamu’
ganti jadi panggilan gaul kayak gitu?”
“Ngga, gue balik ke kelas lagi aja kalo
gitu,”
Haidar membiarkan Elsya pergi meninggalkan
ruang kelasnya. Elsya yang berjalan menjauhi Haidar, lamat-lamat berfikir
mengapa Haidar bisa menjadi secuek ini dengannya. Menunjukkan ekspresi malas
ketika melihat wajah Elsya, dan mengemukakkan bahwa Haidar memang sedang tidak
ingin di ganggu olehnya. Padahal, tidak pernah Haidar seperti ini. Sikap Haidar
yang sekarang, mengisyaratkan jika ia sedang dalam sebuah permasalahan.
****
****
Drriiinggg...
“Lo udah siap, Dhie?” Ryan berusaha meyakinkan salah satu temannya ini untuk sesegera mungkin mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan berkacamata itu. Sudah beberapa bulan belakangan disimpannya sebuah perasaan yang cukup membuat temannya ini merasa dagdigdug ketika tidak sengaja bertemu dengan perempuan dambaannya. Sambil membantu merapihkan dasi dan seragam osis yang sebenarnya sudah sedikit agak lusuh namun tetap saja dianggapnya sebagai seragam kebanggaan, Ryan sekali lagi berusaha memantapkan tekad temannya.
“Lo udah siap, Dhie?” Ryan berusaha meyakinkan salah satu temannya ini untuk sesegera mungkin mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan berkacamata itu. Sudah beberapa bulan belakangan disimpannya sebuah perasaan yang cukup membuat temannya ini merasa dagdigdug ketika tidak sengaja bertemu dengan perempuan dambaannya. Sambil membantu merapihkan dasi dan seragam osis yang sebenarnya sudah sedikit agak lusuh namun tetap saja dianggapnya sebagai seragam kebanggaan, Ryan sekali lagi berusaha memantapkan tekad temannya.
“Dhie, Lo harus siap. Pokoknya jangan
sampe dia nolak lo!”
“Yaelah yan, udah pasti gua bakal ditolak
inimah. Cewek cuek model dia mana bisa gue dapetin dengan gampang,” belum saja
agenda nembak-menembak dimulai, wajah Adhie sudah tertekuk lesu.
“Jangan patah semangat gitu bro! Nih, gue
modalin coklat sama bunga melati yang baru gue petik dari kebun belakang
sekolah. Kreatif kan gue,” senyum bangga merona pada wajah Ryan.
“Koplak. Lo mau modalin gue buat nembak
cewe atau mau ngelayat orang meninggal sih? Pake bunga melati segala. Bukannya
romantis malah yang ada merinding ego,”
“Lah? Emang iya ya? Gue baru tau kalo
bunga melati bukan bunga yang romantis, “Serah lo dah jon, gue mau nembak
dulu nih elah. Ngga usah ngeledekkin gue mulu.”
“Iyaudah lah sana, katanya mau nembak,
masih aja nongkrong disini. Buruan anjir keburu bel masuk sekolah.”
Kemudian dengan siap, Adhie memejamkan matanya untuk kesekian kali untuk memastikan bahwa kejadian ini yang akan menjadi sejarah termanis dalam hidupnya sudah dimulai.
Kemudian dengan siap, Adhie memejamkan matanya untuk kesekian kali untuk memastikan bahwa kejadian ini yang akan menjadi sejarah termanis dalam hidupnya sudah dimulai.
Semoga saja, Elsya mau menjadi pacar
Adhie.
****
Sambil terkulai lemas, Elsya berjalan menyusuri koridor kantin sekolah bersama Fai. Sungguh, Fai dibuat bingung oleh Elsya mengapa temannya ini diam tanpa alasan saat mereka berjalan berdua. Biasanya, ini tidak terjadi jika Elsya tidak mengalami suatu masalah. Pun, kadang Elsya masih sempat mencari topik percakapan. Namun, kali ini berbeda. Sesaat mereka sampai di kantin sekolah, mereka memutuskan untuk berhenti dan memilih untuk mengisi perut mereka dengan Kebab spesial di Warung Pemadam Kelaparan.
“Sya, kebab spesial kan?”
“Sya?”
“Syaa?”
“ELSYA!”
“Heh.....?” jawab Elsya linglung.
Fai mencoba duduk disebelah Elsya, sambil
menyingkirkan menu makanan yang ada di meja, dengan pelan Fai bertanya,
“Lo kenapa sih?”
“Gue...?” bukannya Elsya menjawab
pertanyaan Fai dengan pernyataan, justru ia menjawab pertanyaan itu dengan
pertanyaan kembali.
“Ih, iya elo. Kenapa sih? Kayak orang
linglung gitu tau ngga. Pikiran lo kemana-mana. Ada apa sih?”
“Gue ngga papa perasaan...”
Wajah Fai mulai berubah merah padam, ia
berusaha untuk tidak tersulut emosi karena kelakuan temannya yang memang...
terkadang sungguh menyebalkan.
“Lo kenapa? Jujur sama gue. Gara-gara
Haidar?” Fai mencoba menerawang apa sebenarnya penyebab teman petakilannya ini
berubah menjadi pendiam.
“Dia kenapa ya, Fai? Gue ngga tau deh, kok
dia jadi ngehindar dari gue ya beberapa hari ini. Dia kalo gue chat, jadi ngga
pernah diread. Apalagi dibales,”
Dengan datar dan positive thinkingnya, Fai
menjawab pertanyaan itu dengan santai, “Mungkin lagi ada masalah kali Sya, atau lagi ngga
sempet aja buka chat lo gitu. Positive thinking aja deh,”
Elsya tertunduk lemas sambil beberapa kali
membenarkan posisi duduknya yang masih dianggapnya kurang nyaman.
“Mbak Fai... Ini pesenannya sudah jadi nggih,” seruan Pak Ucup cukup memutus percakapan yang ada pada Fai dan Elsya. Sambil tersenyum, Fai menjawab Pak Ucup dengan nada halus.
“Mbak Fai... Ini pesenannya sudah jadi nggih,” seruan Pak Ucup cukup memutus percakapan yang ada pada Fai dan Elsya. Sambil tersenyum, Fai menjawab Pak Ucup dengan nada halus.
“Nggih Pak, sekedap riyin....”
Fai masih memperhatikan tingkah Elsya,
daritadi temannya ini masih saja asyik melamun, “Sya, jangan ngelamun mulu. Gue
tinggal bentar, ambil pesenan tadi,”
“Iyaudah sono Fai, gue laper,”
“Yeee,”
Ini benar-benar mengganggu fikiran Elsya.
Sekali lagi, Elsya mengecek aplikasi Whatsapp-nya dan masih menemukan kenyataan
bahwa chat yang 2 hari lalu telah ia kirim sampai sekarang belum juga kunjung
Haidar membacanya apalagi membalasnya, “Lama-lama gue gila karena lo, Haidar.”
“Hai....” suara serak-serak basah milik
laki-laki itu tiba-tiba datang menghampiri dan duduk tepat membelakangi Elsya.
Intonasinya terdengar seperti ragu-ragu. Elsya tak meresponnya. Sebab, temannya
saja mengajakmengobrol diresponnya dengan seadanya, apalagi merespon orang
asing yang tiba-tiba datang dan mengajaknya mengobrol.
“Gu-gue.. Adhie,”
“Lo sendirian aja, Sya?” sekali lagi Adhie
berusaha untuk membangun percakapan diantara mereka berdua. Suara gaduh
dikantin cukup membuat suara Adhie terdengar samar-samar, membuat Elsya menjadi
tidak sadar bahwa ia sedang berbicara dengan orang yang tidak dikenal. Apalagi,
notabennya Adhie juga merupakan adik kelas
Elsya.
“Ya, gue sendirian,” jawab Elsya yang
sedang sibuk memikirkan Haidar.
“Ohh gitu.. Sya, gue mau ngomong serius
sama lo....”
“Ekhem..”
“Jadi gini...”
“Sebenernya, gue udah lama suka sama lo.
Sejak pertama gue ketemu sama lo, lo keliatan beda, dan lo keliatan charming
dimata gue. Gue bener-bener sayang sama lo Sya. Memang, gue akuin gue belum
pernah berani secara blak-blakan PDKT in lo. Itu karena gue tau, lo pasti
bakal cuek sama PDKT yang gue lakuin. Maka dari itu, gue mau langsung to the
point sama lo, sekarang ini. Elsya, Lo....”
“Lo mau ngga jadi pacar gue?”
“IYA GUE SENENG BANGET!”
Glek! Mampus!
Kini perasaan senang sekaligus bangga disambut Adhie dengan gegap gempita. Perempuan yang saat ini sudah berbalik badan dan berhadapan langsung dengannya, telah resmi menjadi pacar Muhammad Adhie Pranata.
Glek! Mampus!
Kini perasaan senang sekaligus bangga disambut Adhie dengan gegap gempita. Perempuan yang saat ini sudah berbalik badan dan berhadapan langsung dengannya, telah resmi menjadi pacar Muhammad Adhie Pranata.
“Hah???? Lo serius, Sya?????”
“Sya, makasih banyak Sya. Gue ngga menyangka kalo lo bakal nerima gue. Gue seneng banget lo mau nerima gue,” Elsya berhasil membuat Adhie cengar-cengir sendiri.
“Sya, makasih banyak Sya. Gue ngga menyangka kalo lo bakal nerima gue. Gue seneng banget lo mau nerima gue,” Elsya berhasil membuat Adhie cengar-cengir sendiri.
“Bego! Perasaan gue tadi Haidar ngomong kalo dia ngga bakal ngilang lagi terus gue ngomong iya gue seneng... Kenapa malah Haidar berubah jadi adik kelas yang
lain. Sialan. Gue harus ngapain sekarang, kenal aja ngga gimana mau suka. Ya Allah berikan
hambaMu ini kemudahan...” meskipun wajah
Elsya dibuat seakan tidak panik dan terlihat baik-baik saja, namun sumpah
serapah telah ia lontarkan didalam hatinya. Mana ada perempuan seperti Elsya,
yang dengan bodoh dan mudahnya menerima ajakan seseorang agar mau menjalin
suatu komitmen dengan orang tersebut padahal kenyataannya kejadian ini
benar-benar diluar prediksi perempuan itu.
“Gila gila gila, ini ngga bener,” okay,
sekarang, Elsya sudah tidak bisa menutupi kepanikannya dihadapan adik kelas
yang baru saja menembaknya itu.
“Lo kenapa Sya?” kedatangan Fai memecah
kecanggungan diantara Adhie dan juga Elsya. “Kenapa sih? Kok muka lo cengo
gitu. Terus.. lo siapa?” Fai bertanya sambil menunjuk kearah Adhie.
Dengan percaya diri Adhie yang semakin
menumpuk, sambil menyimpulkan senyum dan menjawab, “Gue Adhie Kak, pacar
barunya Elsya. Salam kenal ya,”
“HAH?? Pacar baru? Sejak kapan woy? Sya...
Lo ngga beres deh. Kok lo ngga pernah cerita kalo lagi PDKT sama adik kelas
lain sih, katanya lo cuma nyaman sam-“
Ocehan Fai semakin membuat Elsya pusing
ditambah dengan perasaan linglung. Satu paket lengkap. “Lo bisa ngga sih, diem
dulu. Gue mau balik ke kelas. Lo mau ikut ngga, Fai? Kalo mau buruan,”
Sambil menenteng makanan yang baru saja
dipesan, Fai menjadi kebingungan, “Lah ini makanannya gimana, elah lo tuh ya,”
“Bawa ke kelas aja, makan di kelas.
Buruan.”
“Iyaelah, bantuin kek ini.”
“Lho, Sya.. lo mau kemana?” cegat Adhie
dengan sigap saat Elsya mulai mengambil langkah pergi dari kantin.
“Ke kelas. Kasih gue waktu dulu ya, sorry sebelumnya,” dengan perlahan, Elsya melepaskan genggaman Adhie dari pergelangan
tangannya. Elsya pun mulai melangkah menjauhi area kantin sekolah dan
meninggalkan seulas senyum untuk Adhie disana.
****
“Lo gila ya Sya? Bisa-bisanya lo nerima
adik kelas karena ngga sengaja” Fai masih saja menjejali Elsya dengan
bertubi-tubi pertanyaan yang sangat membuat hati Fai mengganjal saat mereka
sedang berjalan menuju kelas.
“Gue juga ngga tau Fai. Gue fikir, tadi Haidar ngajak ngobrol sama gue, dan dia bilang dia ngga akan ninggalin gue. Meskipun...”
“Banyak masalah yang bakal muncul?”
“Ya gitu... Abis daritadi gue cuma mikirin tentang dia
doang,”
“Lo beneran ngga sehat ini. Kebanyakan
mikirin Haidar sama kebanyakan makan micin. Coba sini gue pegang jidat lo,
panas atau ngga,”
“Paan sih lo,” ketus Elsya dan menepis
tangan Fai yang hendak meledeknya.
“Lo tuh yang apaan Sya, ditinggal Haidar sampe segitunya. Jarang ngomong, sekarang juga lo malah jadi ngehindar kalo ketemu Haidar. Maunya apa deh lo tuh, Sya?”
“Emang ya, Haidar. Gara-gara dia yang ngilang kaya gini, bikin pikiran gue kacau. Semakin dia ngilang, justru makin bikin rumit situasi di pihak gue tau ngga. Ya tau sih gue bukan siapa-siapanya. Tapi kan, se-ngga nya dia ngasih alesan kenapa dia kaya gini ke gue. Kenapa sih, cowo selalu menghilang tanpa alasan. Katanya temen, yang bakal selalu ada pas saat meringis apalagi pas saat kritis. Astagaaaaaaa,” jerit Elsya lalu ia lari dengan cepat meninggalkan Fai yang masih santai berjalan di koridor kelas XII.
“Lo tuh yang apaan Sya, ditinggal Haidar sampe segitunya. Jarang ngomong, sekarang juga lo malah jadi ngehindar kalo ketemu Haidar. Maunya apa deh lo tuh, Sya?”
“Emang ya, Haidar. Gara-gara dia yang ngilang kaya gini, bikin pikiran gue kacau. Semakin dia ngilang, justru makin bikin rumit situasi di pihak gue tau ngga. Ya tau sih gue bukan siapa-siapanya. Tapi kan, se-ngga nya dia ngasih alesan kenapa dia kaya gini ke gue. Kenapa sih, cowo selalu menghilang tanpa alasan. Katanya temen, yang bakal selalu ada pas saat meringis apalagi pas saat kritis. Astagaaaaaaa,” jerit Elsya lalu ia lari dengan cepat meninggalkan Fai yang masih santai berjalan di koridor kelas XII.
Fai yang ditinggal oleh Elsya, hanya mampu
memasang wajah speechless dan beberapa detik baru ia berteriak, “ELSYAAAAAA,
JANGAN NANGIS!! HAIDAR BAKAL BALIK LAGIII”
“Ya.... walaupun ngga tau sampe kapan
sih..” batin Fai.
“ELSYAA, LO PERNAH IKUT LOMBA LARI
MARATHON YA???? LARI LO KENCENG AMAT SIHHH. TUNGGUIN GUE KEKK”
Sejak kejadian memalukan itu, kisah hidup
Elsya semakin petjah. Dengan adanya sosok baru, yang tidak pernah
Elsya undang untuk hadir dalam kehidupannya justru membuat Elsya memohon kepada
takdir agar mampu mengembalikan kembali hadirnya Haidar dalam kehidupan Elsya.
Andai saja Haidar mengerti, Elsya pincang
tanpa Haidar.
Andai saja Elsya mengerti, Haidar sakit
jika ia semakin dekat dengan Elsya.
Dan andai saja takdir tidak mempermainkan
Haidar dan Elsya, mungkin tidak ada Adhie yang tiba-tiba saja muncul dalam
kehidupan mereka berdua. Dan tangis Elsya mungkin tidak sepetjah saat
ini, hanya karena ia kehilangan temannya sendiri.
[To Be Continued]
Comments
Post a Comment