Are you ready for love?


            Saat ku mendengar bahwa, kini kau tak lagi dengannya. Dalam benakku timbul tanya. Apakah kau masih mencintainya? Masih menjadikannya seorang ratu dihatimu? Atau mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk mendapatkan dirimu?
            Namaku, Kindy. Aku sedang mendambakan seseorang. Mendambakannya bak sang ratu menginginkan samudera. Aku menyukai seorang pria yang sudah memiliki pasangan.
            Dan aku tahu itu sakit.
            Sekarang aku kelas 11. Saat-saat itulah aku mulai mengerti bagaimana merasakan mengidamkan seseorang yang “mungkin” tak bisa kumiliki. Karena dia sudah menjadi milik orang lain.
            Dia adalah Widi. Seorang lelaki tangguh dimana melihatnya saja tangan-tangan para perempuan sudah gatal ingin mencubit pipinya. Dia sangat sempurna. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya aku suka.
            Selayaknya melihat bunga matahari, setidaknya tak usah diucapkan kau akan mengerti secara langsung bagaimana definisi dari keindahan itu sendiri.


            Hari ini aku tak lupa merapikan seragamku dan segera dengan cepat melesat ke tempat tujuan destinasiku. Sekolah.
            Tempat itu adalah saksi bisu betapa seberapa besarnya mengagumi Widi dari jauh. Sungguh, itu sangat berarti bagiku.
           
Dring......
            Bel sekolah berbunyi, menandakan bahwa jam istirahat sudah dimulai. Aku bersama kedua temanku, Nala dan Jane langsung menuku ke TKP (tempat kejadian penraktiran) dimana hari itu, Jane dan pacarnya sedang merayakan hari jadian mereka yang ke 12 bulan.
            Yup! Mereka sudah memasuki usia 1 tahun dalam berpacaran. Dan aku agak merasa iri.

            “jane. Kamu enak banget sih, udah punya pasangan, cantik, terus pasangannya setia lagi. Aku kapan ya punya pacar? Hm..”
          “hahaha. Ayolah Kind! Jangan murung gitu.”
          “iya tuh Kind! Dengerin apa kata Jane. Nih ya dengerin aku. Perempuan yang baik-baik bakalan susah dapetin pasangan. Karena apa? Tuhan itu lagi kesusahan karena Dia sulit menentukan mana yang akan menjadi pasangan ‘baik-baik’-mu juga. Perempuan baik-baik emang susah dapetin pasangan, karena laki-laki yang sok baik itu banyak. Tapi laki-laki yang murni baik itu sedikit. Jadi sabar aja Kind.”
          “Nal, kamu ngomong gitu, gampang banget. Aku yang ngerasain Nal. Gak enak tahu. Yang lain jalan sama gebetan, sama pacar, nah aku? Boro-boro jalan-jalan sama laki-laki lain. Diajak sama mereka-mereka aja gak. Apalagi berharap Widi ngajak aku main. Gak pernah ada kan kejadian itu menimpa ku? Ha?”
          “yaudahlah Kind. Kamu kenapa sih, akhir-akhir ini suka banget bawa perasaan terus kalo ngomongin soal laki-laki?”
          “soalnya...........................”

          Saat aku sedang memperdebatkan tentang kesendirianku ini, tiba-tiba Widi lewat persis di sampingku dan dia menyapaku.
            Entah mengapa, rasanya sapaan itu berbeda. Berbeda ketika dia masih dengan pasangannya. Dan kini tidak. Apakah ini pertanda baik untukku?
            Apakah ini saatnya diriku untuk singgah dihatimu? Namun, siapkah dia untuk jatuh cinta lagi? Jatuh cinta pada diriku, yang sudah sangat jelas sosoknya berbeda dengan pasangannya yang dulu?
            Aku bingung. Harus bahagia atau malah harus sedih? Bahagia karena itu pertanda adanya kesempatan untuk diriku mendekatinya atau aku harus sedih karena bisa saja dia putus dengan pasangannya sebab, dia sudah tidak menyukai pasangannya yang dulu lagi karena dia menyukai orang lain, dan orang lain itu bukanlah aku.
            Dan yep, saat itulah aku berada diatas ambang kebimbangan yang cukup konstan.
           
            Beberapa minggu kemudian.....

          Setelah sapaan dikantin itu, ternyata itulah pertanda baik untukku. Widi semakin mendekatiku. Memberikan lampu hijau, bahwa dia siap untuk jatuh cinta lagi. Ya, dia siap tuk jatuh cinta lagi kepada diriku.
            Saat malam itu, dimana dia secara tiba-tiba mengajakku pergi, sebenarnya aku bingung. Apakah aku berada didalam mimpi? Atau malah aku memang sedang bermimpi? Tapi pada kenyataannya tidak. Karena inilah kenyataannya.
            Saat itu, aku bertanya kepada Widi.
            “ketika aku mendengar bahwa, kamu sudah tak lagi dengan dia. dalam pikiranku dipenuhi oleh pertanyaan. apakah dia sudah tidak ada dihatimu lagi?”
            Dan dengan spontan dia menjawab dengan suara tegasnya, bahwa
            “kini aku tak lagi bersamanya. Sudah tak ada lagi rasa. Antara aku dengan dia. siapkah kau bertahta, dihatiku kind? Karena aku yakin ini adalah saat yang tepat untuk singgah dihatiku. Namun, siapkah kau tuk jatuh cinta lagi?”
            “meski bibir ini tak pernah berkata, bukan berarti ku tak merasa ada yang berbeda diantara kita. Dan tak mungkinku melewatkanmu hanya karena, diriku tak mampu untuk bicara, bahwa aku, ingin ada engkau hadir dihidupku. Dan karena itulah, aku siap untuk jatuh cinta denganmu.”
            Dan yup. Inilah ending dari segalanya.
            Karena celakanya hanya dialah benar-benar aku tunggu hanya dialah yang benar-benar memahamiku. Celakanya hanya dialah yang pantas untuk aku banggakan, hanya kaulah yang sanggup untuk aku andalkan. Maka dia sudah cukup untuk membuatku untuk berhenti khawatir.
            Karena seberapa pantasnya seseorang untukmu, dia akan muncul ketika diri kamu sudah baik. Dan saat ini, apakah kamu sudah memperbaikinya?




-The End-

Comments

Popular Posts