After.
Hujan turun rintik-rintik didepan jendelaku. Terasa dingin tubuh ini. Tapi, saat kau tersenyum. Kurasakan hangat dihati.
Tak ku
sangka kau kan membuatku begitu gembira. Saat aku berfikir kau genggam erat
tanganku, dan kau tatap jiwaku. Lalu berkata :
“let me be the one to share your
dreams. Be the one to fly you to the stars. Share your fears and wipe your
tears, to live in truth with you. Let me be the
one to share your world, Simply be my one and only love, To have and to hold
and to cherish for all my life.”
Tapi.......
Kenyataanya adalah.........
Ketika
seseorang yang kau sukai tidak merasakan perasaanmu? Semua kebaikanmu? Dan
bahkan tidak merasakan keberadaanmu? Bahkan kau yang selalu ada saat dia butuh
maupun tidak?
Pernah
merasakan cinta? Bagaimana dengan cinta dalam diam? Dan bagaimana cinta dalam
diammu bertepuk sebelah tangan? Cinta? Datang begitu mudah dan menusuk begitu
tajam lantas pergi meninggalkan bekas yang begitu dalam juga.
Sakitt,
selalu saja mengeluhkan rasa sakit ini. Bagaimana tidak? Setelah semua kebaikan
yang kuperbuat tidak pernah disadari? Bagaimana mudah melupakan orang yang
perlahan menancapkan tombak ke hatimu yang membunuhmu perlahan jika tak
mendapatkan obat segera? Bagaimana jika itu benar? Benar bahwa yang kulakukan
semuanya percuma.
Hati,
mengapa selalu menolak untuk melupakan sosok dia yang sudah terpampang jelas
didepan mata bahwa dia tidak merasakan yang sama? Mendapat kesempatan untuk
pergi jauh? Sudah kudapatkan. Tapi mengapa hati ini selalu menolak keputusan
itu? Logika mengatakan pergi jauh adalah jalan terbaik untuk melupakan semua
yang pernah terjadi.
Beribu
kali otak mengirimkan pesan ke hati dan berhenti begitu saja karna hati selalu
menolaknya mentah mentah. Aku mengerti bahwa hati tau yang ingin dijalaninya.
Tapi bagaimana bisa aku mengikuti kata hati yang tidak pernah menyesal atas
sakit yang telah kurasakan semua ini sendirian? Hati ini selalu ingin tau,
apakah dia merasakan yang sama sepertiku.
Meskipun
beribu kali otak menjawab "TIDAK". Aku tau cinta pakai hati bukan
otak. Tapi bagaimana bisaa? Aku menuruti kata hati tanpa berfikir panjang bahwa
aku akan merasakan sakit yang amat sangat jika aku melanjutkan perasaanku ini?
Aku belum siap untuk patah hati. Dan tidak pernah siap untuk itu.
Tapi
aku harus berbuat apa? Haruskah aku berbuat sesuatu yang hasilnya akan sia sia?
Ataukah aku harus terus diam dan menahan semua rasa sakit ini sendirian? Cinta,
cinta yang aku rasakan kaki ini seperti jurang yang amatlah dalam. Aku seperti jatuh
kedalamnya. Semakin jatuh, semakin dalam dan semakin sakit. Karna tak
seorangpun tau aku jatuh kedalamnya.
Dan
tak akan ada seorangpun yang bisa menolongku. Bodohnya aku, disaat jatuh dan
sakit seperti inipun akh hanya bisa berteriakdalam hati. Meskipun aku tau bahwa
akan ada yang menolongku jika aku berteriak sugguhan.
Tapi
terlanjur, terlanjur sakit dan membekas untuk bisa tertolong. Semuaini pasti
membekas. Bertahan, hanya itu yang bisa kulakukan. Dan luka ini? Aku putuskan
untuk medasakanya sendiri dan mencari sesuatu yang bisa mengobati nya tersebut.
Dan untuk kesekian kalinya. Semua aku lakukan sendiri. Tanpa bantuan siapapun.
Entah
sampai kapan aku memendam perasaan ini sendirian. Mungkin aku hanya takut untuk
mengetahui bahwa dia tidak merasakan yang sama, meskipun kenyataan nya aku
memang tau bahwa hatinya bukan untukku.
Yaa,
aku tau.. bahkan aku tau siapa yang dia sukai. Bahkan aku mengenalnya cukup
baik. Sepertinya semua orang tau tentang kedekatannya dengan orang itu. Tak
jarang mereka melontarkan kata "Ciye" untuk mereka berdua. Bahkan
dengan munafik pun aku ikut mengatakannya dengan kata yang serupa namun tak
sama. "Cie" tanpa huruf "Y" seperti memberi isyarat keras
bahwa aku memang cemburu.
Tapi
tak bisa kuungkapkan lewat apapun. Hanya diam dan bungkam. Dua hal bodoh yang
sering kulakukan untuk menutup nutupi semua itu. Ber chatting ria dengan orang
yang dia suka? Sering kulakukan. Melakukan candaan lewat teks dan memberikan
emoticon terbahak bahak meskipun kenyataan nya aku meneteskan air mata? Sering
terjadi.
Entahlah,
aku merasa orang terbodoh saat merasakan apa itu cinta. Cinta seolah seperti
benturan keras ke kepalaku yang membuatku menjadi sedikit gila. Disaat sepi aku
bisa tertawa dan menangis sendirian. Disaat yang sama cinta seperti debu, debu
yang membuat mataku rabun dan melihat semua dengan samar samar.
Sampai
aku tidak bisa melihat kenyataan bahwa dia bukanlah untuku.
Menyukai
orang lain yang ternyata tidak memiliki perasaan yang sama rasanya seperti
seperti melihat sebuah gaun indah disebuah pertokoan. Namun saat masuk dan
mencoba gaun tersebut aku harus menerima kenyataan bahwa gaun itu memang
terlalu besar, terlalu indah dan terlalu mahal untuk dimiliki. Dan jika seorang
datang membeli gaun yang seindah itu, pas dikenakanya dan semahal itu, aku
harus merelakannya pergi.
Mau
dikata apa lagi? Gaun itu akan mempercantik dan membuat aura pemiliknya sangat
terasa. Meski sulit karna aku yang menemukan gaun itu terlebih dahulu.
Kenyataan, kenapa aku merasa sulit sekali untuk menerima sebuah kenyataan?
Apakah karna ini pahit.
Apakah
aku harus mencari alasan manis dan menghindar dari kenyataan untuk mengurangi
rasa pahit dari kenyataan ini. Bahkan mencari alasan itupun aku tidak bisa.
Lalu bagaimana bisa aku menerima semua kepahitan ini. Lantas aku harus menjadi
bagaimana, berbuat apa dan harus seperti apa lagi? Melakukan senyum palsu
didepan mereka berdua pun sudah membuat ku sangat pedih.
Yang
sekarang bisa aku lakukan adalah terus menerus bermain peran dan menggunakan
topeng dengan senyuman lebar. Terkadang disisi lain aku berfikir. Pernah
kulakukan dosa apa sampai tuhan memberiku rasa sakit yang teramat sangat. Tapi
tuhan pasti memiliki alasan tepat atas semua keputusan yang telah tuhan buat.
Dan aku terima keputusan itu.
Saat kau mendapat 2 pilihan yang sangatlah mudah
untuk mulut menjawabnya. Mendapat kesempatan besar untuk pergi jauh dan
melupakan dia, melupakan tatapanya, wajahnya, sosok dia, bahkan melupakan
namanya.
Disisi lain masih mencintainya dan mencoba bertahan
walau kemungkinan kecil yang didapat untuk mendapat jarak yang sangatlah dekat.
Lisan mengatakan pergi jauh. Tapi hati lah yang
pasti akan memenangkan pilihan kedua. Kesempatan besar untuk melupakan sudah
kudapat. Pergi jauh. Suasana baru, lingkungan baru bahkan mendapat sosok
"Dia" yang baru dan lebih baik yang mungkin tidak membuat hidup penuh
kebimbangan. Kenapa tidak? Pertanyaan berbedapun datang bersamaan. Kenapa harus
kulakukan jika aku masih mencintainya? Tapi kurasa percuma jika jarak mata
dekat tapi hati terasa jauh.
Seperti pemandangan indah pegunungan di pagi hari.
Sangat terasa dekat. Tapi begitu tangan mengulur menghampiri ternyata tak
sampai.
Pegunungan itu begitu besar dan begitu meyakinkan
bahwa sungguh masuk akal terletak didepan mata. Tapi kenyataanya tidak. Butuh
usaha sangat keras untuk menggapainya dan waktu lama untuk berada di depannya.
Waktu itu yang membuatku kualahan. Aku tidak bisa
mengetahui waktu yang tepat dengan jarak sangat jauh yang belum aku ketahui
seberapa panjang itu. Mencoba melakukan perjalanan itu? Aku sudah melakukanya.
Aku rasa aku sudah melakukan seperseribu dari jarak sebenarnya.
Seperseribu pun aku sudah sesak nafas, membuat
jantung semakin berdegup kencang dan membuatku tidak sanggup untuk melanjutkan
sembilan ratus sembilan puluh sembilan per seribu itu. Lantas apa arti itu
semua? Itu semua berarti aku akan berhenti.
Mencoba pasrah, apakah tuhan akan memotong jarak
itu dan menjadi lebih dekat. Mungkin sekarang aku lebih baik diam sementara,
menuggu kepastian tuhan. Hingga menunggu saat yang tepat kejadian itu datang.
Apakah aku akan berhasil? Berhasil patah hati?
Ataukah akan kalah dalam memecahkan teori hati dan logika? Jarak? Apalah arti
jarak dekat di mata namun jauh dalam hal perasaan? Semua itu tak akan berarti
jika hati tidak ikut berperan. Hati lagi, semua masalah cinta selalu
berhubungan dengan hati.
Dan mengapa cinta selalu saja melibatkan hati dalam
sandiwaranya? Jawaban tepatnya pun tidak pernah terpecahkan. Entah apa yang
membuat cinta begitu misteriusnya sampai semua orang terlihat bodoh ketika
berhadapan dengan perasaan yang penuh dengan pertanyaan tidak masuk akal itu.
Entahlah, seolah tidak ada yang pasti tentang
cinta. Bahkan jarak yang selamanya akan menjadi teori sekalipun.
Melakukan senyuman palsu setiap hari tanpa
seorangpun tau bahwa hati ini menjerit kesakitan bukanlah sandiwara mudah. Di
keramaian tertawa lepas dan disaat sepi air mata tak henti menetes. Nampak
seperti rutinitas layaknya aktor memainkan perannya. Entah apa yang membuatku
begitu kuat memendam perasaan ini sendirian. Dan entah apa yang membuat begitu
rapuh menahan rasa sakit ini yang hampir menggerogotiku saat sepi.
Sapaan "hai" dengan wajah yang seolah
bahagia seperti pengasah pisau yang jika dilakukan terus menerus akan membuat
pisau ini semakin tajam dan menusuk semakin dalam. Menusuk tanpa rasa belas
kasihan, hingga hati ini memiliki ruang sakit yang semakin membesar.
Luruh separuh jiwaku pergi, lelah menantikan kau
mengerti perasaanku. Tahukah kamu? Semalam tadi, aku menangis. Mengingatmu dan
mengenangmu. Mungkin diriku, terluka dalam. Atas selalu terukirkan kenangan
pahit yang selalu kau berikan.
Maafkan aku yang terlalu konyol mencintaimu secara
diam-diam. Andai ada keberanian kecil yang terbesit dalam hatiku, aku akan
mengungkapkan semuanya. Namun realitaku terjebak dalam keheningan perasaan ini.
Cinta yang tak pernah tersampaikan, cinta dalam
diamku ini, semuanya semoga menjadi pilihan yang terbaik. Karena diamku, adalah
hal yang paling menjadi sebuah pengajaran berharga bagiku.
-To Be Continue
Comments
Post a Comment